Friday, December 16, 2016

Laporan Hasil Wawancara Proyek Jalan Tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu)

PROYEK JALAN TOL BECAKAYU (BEKASI-CAWANG-KAMPUNG MELAYU)


Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi nikmat sehat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menlakukan wawancara untuk memenuhi tugas Ilmu Sosial Dasar (ISD) dengan sebaik-baiknya.

Tujuan kegiatan ini untuk menambah wawasan dan pengalaman serta menjadikan bekal untuk masa depan kelak yang akan kami terapkan nantinya.

Untuk kali ini, saya akan membagikan informasi mengenai proyek Tol Becakayu sesuai data yang saya dapatkan melalui wawancara bersama salah satu pekerja proyek tersebut yang bernama Bapak Yanto berusia 50 tahun. Saya melakukan wawancara ini bersama Muhammad Hind Al Hakim sebagai kelompok. Sayangnya, satu teman kami bernama Mutia Qoonitah berhalangan hadir karena sedang pulang kampung.

Kami melakukan wawancara tepat pada hari Kamis, 15 Desember 2016 pukul 12.30 di dekat Rumah Sakit Harum, Jakarta Timur. Kami bertanya banyak kepada Bapak Yanto mengenai proyek Tol Becakayu ini, beliau menjawab semua dengan baik dan jelas. Berikut data yang saya dapat dan saya rangkum setelah mewawancari beliau.

Nama dari proyek ini adalah Jalan Tol Becakayu dimana bertujuan untuk menambah akses jalan tol dari daerah Bekasi sampai Kampung melayu. Proyek ini dimulai pada awal Januari 2015 yang lalu setelah sekian lama terhenti dan ditargetkan pada tahun 2017 akan selesai sebagian dari bekasi sampai cawang. Berbicara tentang proyek ini akan selesai pada tahun 2017, intensitas pekerja disini tidaklah santai "Para pekerja mulai bekerja jam 8 pagi sampai 12 siang lalu istirahat sampai jam 1 siang, kemudian mulai lagi sampai jam 6 malam. Jika ada pekerja yang lembur dari jam 7 malam bisa lanjut hingga larut malam." tutur Pak Yanto. Kemudian beliau juga berkata, untuk hambatan dalam membangun proyek ini mungkin bisa dibilang hanya pada saat hujan, karena jalan dan semua fasilitas membangun akan menjadi licin dan membahayakan keselamatan para pekerja. Diberbagai proyek pasti ada berbagai perusahaan yang turut berpartisipasi dan salah satunya PT. WASKITA untuk proyek ini. Lalu perkiraan total biaya proyek ini hampir 10 Trilliun Rupiah.

Demikian data yang saya dapat dari hasil wawancara bersama Bapak Yanto sebagai Pekerja pada proyek tersebut. Berikut adalah Foto Dokumentasi Wawancara kami :


Foto kami bersama Bapak Yanto


Tempat Singgah sementara untuk para pekerja








Alat dan Bahan

Kesimpulan yang saya dapat adalah proyek Tol Becakayu ini sudah dimulai sejak puluhan tahun yang lalu, tetapi karena ada halangan proyek ini berhenti sejenak dan baru dilanjutkan kembali pada tahun 2015 awal dan ditargetkan selesai pada tahun 2017 untuk sebagiannya. 

Mari kita doakan agar proyek ini berjalan dengan lancar dan terkendali hingga pada saatnya proyek ini tuntas diselesaikan. Sekian hasil laporan kami tentang proyek Tol Becakayu, semoga bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata saya ucapkan maaf untuk segala kekurangannya, karena saya hanyalah manusia yang tak luput dari kesalahan dan kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa.

Terimakasih.

Sunday, October 30, 2016

Ide untuk Membantu Membangun Suatu Desa yang Mengalami Kesulitan dalam Bidang Konstruksi

Pembangunan Jembatan Penyebrangan dan Perbaikan Akses Jalan Kecil di Perdesaan

                Untuk kali ini saya akan membagikan pemikiran atau ide saya untuk membangun sebuah desa, lebih tepatnya membangun suatu proyek yang dapat mempermudah penduduk di desa tersebut.

                Pertama-tama saya adalah mahasiswa teknik sipil dari Universitas Gunadarma. Saya mempunyai banyak pemikiran pada suatu saat nanti akan membangun sebuah proyek yang berguna bagi masyarakat. Saya mempunyai latar belakang keluarga yang notabene orang sunda, ibu saya berasal dari Banten sedangkan ayah saya berasal dari Sukabumi. Nah, berhubungan dengan daerah asal ayah saya yaitu Sukabumi, ternyata masih banyak keterpurukan yang terjadi di desa-desa kecil yang ada disana. Salah satunya adalah Desa Lengkong, Sukabumi.

                 Di Desa Lengkong ini masih terdapat keterpurukan anak sekolah yang kesusahan untuk berpergian ke sekolahan mereka.

Seperti yang kita lihat difoto yang ada diatas, masih ada anak sekolah yang kesusahan untuk pulang pergi sekolah. Mereka harus menaiki dan menuruni jalan tanah yang licin serta menyebrangi sungai untuk dapat sampai ke sekolah. Maka dari itu, tujuan saya disini adalah membangun jembatan penyebrangan dan memperbaiki akses jalan di Desa Lengkong ini untuk anak sekolah.

                  Untuk proyek ini pasti saya akan menyiapkan tim yang akan saling berkoordinasi untuk menyelesaikan proyek ini. Kemudian kami akan membuat jalan mendaki atau menurun tersebut mudah untuk dilewati dan tidak membahayakan penduduk untuk melewatinya dengan cara membuat dataran tanah tersebut seperti anak tangga kecil yang dibangun menggunakan batu-batuan yang ditancapkan ketanah dan akan menopang tanah tersebut. Untuk jembatan penyebrangan kami akan membuat jembatan kayu sederhana yang melintang diatas sungai kecil, kurang lebih seperti gambar yang ada dibawah ini. Bahan utama yang akan kami gunakan untuk membuat jembatan ini adalah kayu yang berkualitas seperti jati atau mahoni.


                  Demikian pemikiran saya untuk membantu pembangunan di desa kecil yang mengalami keterpurukan fasilitas umum dan akses perjalannya. Semoga di masa yang akan datang proyek ini bisa saya jalankan dengan baik dan akan berguna bagi anak sekolah dan penduduk daerah setempat, terima kasih.

Sunday, October 2, 2016

Peranan Hindu-Budha, Islam, dan Modern di Indonesia

Peranan Budaya Hindu-Budha, Islam, dan Modern di Indonesia

          Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak keanekaragaman budaya yang berbeda beda mulai dari adat, agama, dan keseniannya. Indonesia memiliki penduduk yang sangat beranekaragam memeluk kepercayaan dan keyakinan mereka masing masing, seperti Hindu-Budha dan Islam. Serta dalam perkembangan dunia banyak pengaruh budaya luar yang masuk mempengaruhi Indonesia dalam cara hidup dan sebagainya. oleh karena itu, mari kita mencaritahu sejarah dan proses masuk dan berkembangnya berbagai budaya di Indonesia. Kali ini kita akan membahas tentang Budaya Hindu-Budha, islam dan Modern.

Awal Masuknya Hindu-Budha ke Indonesia


Hindu-Budha merupakan salah satu agama dan kebudayaan yang ada di Indonesia. Sejak abad pertama, Indonesia sudah menjalin kontak dengan negara luar yaitu India dan China melewati jalur perdagangan. Dari situlah masuknya ajaran agama, kebudayaan, sastra, dan politik dari India dan China ke Indonesia, yaitu Hindu-Budha. Telah banyak pembuktian pernyataan ini dengan adanya peninggalan prasasti dan kitab kerajaan terdahulu dan budaya barat sana. Bahkan banyak teori-teori yang mendukung proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha yang telah berkembang seperti Teori Waisya, Teori Ksatria, Teori Brahmana, dan Teori Arus Balik.


1. Teori Waisya

N.J. Krom menyebutkan bahwa proses masuknya kebudayan Hindu-Budha melalui hubungan dagang antara India dan Indonesia. Para pedagang India yang berdagang di Indonesia disesuaikan dengan angin musim. Apabila angin musim tidak memungkinkan mereka untuk kembali, maka dalam sementara waktu menetap di Indonesia. Selama para pedagang India tersebut menetap di Indonesia, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan penduduk pribumi. Menurut N.J.Krom, mulai dari sinilah pengaruh kebudayaan India menyebar dan menyerap dalam kehidupan masyarakat Indonesia. 

Namun, teori ini memiliki kelemahan, yaitu para pedagang yang termasuk dalam kasta Waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa yang umumnya hanya dikuasi oleh kasta Brahmana. Namun bila melihat peninggalan Prasasti yang dikeluarkan oleh negara-negara kerajaan Hindu-Budha di Indonesia, sebagian besar menggunakan bahasa Sanskerta dan berhuruf Pallawa. Dengan demikian, timbul pertanyaan " Munkinkah para pedagang India mampu membawa pengaruh kebudayaan yang sangat tinggi ke Indonesia, sedangkan hanya kasta Brahmana yang menguasai bahasa sansekerta dan huruf Pallawa ". 



2. Teori Ksatria

    Teori ini juga disebut teori prajurit atau kolonisasi yang dikemukakan CC. Berg. Ia menggunakan istilah hipotesa ksatria. Menurut teori ini, peran utama masuknya budaya India ke Indonesia adalah ksatria. Hal ini disebabkan di India terjadi kekacauan politik yaitu perang brahmana dengan ksatria, para ksatria yang kalah melarikan diri ke Indonesia. Mereka mendirikan kerajaan dan menyebarkan agama Hindu. Pendukung teori ini kebanyakan sejarawan India, terutama Majumdar dan Nehru. Hipotesis ksatria banyak mengandung kelemahan yaitu tidak adanya bukti kolonisasi baik di India maupun di Indonesia. Kedudukan kaum ksatria dalam struktur masyarakat Hindu tidak memungkinkan menguasai masalah agama Hindu dan tidak nampak pemindahan unsur masyarakat India (sistem kasta, bentuk rumah, pergaulan dan sebagainya). Tidak mungkin para pelarian mendapat kedudukan sebagai raja di tempat yang baru serta para ksatria juga tidak menguasai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa.

3. Teori Brahmana

Teori brahmana muncul karena sanggahan dan para ahli terhadap Teori Waisya dan Kesatria. Van Leur mengajukan beberapa alasan, antara lain sebagai berikut.
a. Kolonisasi yang merupakan penakiukan oleh golongan kesatria sama sekali tidak tercatat dalam sumber-sumber sejarah Indonesia dan India.
b. Upaya kolonisasi selalu disertai dengan pemindahan unsur-unsur sosial Dan budaya India, seperti sistem kasta, politik, arsitektur, tata kota, dan bahasa. Pemindahan unsur-unsur sosial budaya India ke Indonesia ternyata tidak terjadi karena sistem di Indonesia berbeda dengan sistem sosial di India. Jika ada para pedagang India yang menetap di Indonesia, mereka bertempat tinggal di perkampungan khusus seperti kampung keling yang sampai saat ini banyak terdapat di Indonesia.
c. Para pedagang India yang datang ke Indonesia sebagian besar berasal dan kalangan masyarakat biasa sehingga tidak muncul pengaruh budaya yang membawa perubahan-perubahan dalam bidang ketatanegaraan dan keagamaan.
Sebaliknya, telah terjadi perubahan-perubahan budaya dan keagamaan di Indonesia. Misalnya, sebelum kedatangan agama Hindu dan Buddha, nenek moyang percaya adanya kekuatan roh karena nenek moyang bangsa Indonesia menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Setelah kedatangan agama Hindu-Buddha, kepercayaan tersebut hilang dan diganti kepercayaan agama Hindu dan Buddha. Oleh karena ini, menurut van Leur berdasarkan sifat unsur-unsur budaya India, budaya Indonesia cenderung menem patkan peranan golongan brahmana dalam proses penyebaran budaya India di Indonesia. Kedatangan para brahmana dan pendeta agama Hindu-Buddha untuk memperkenalkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha tersebut dilakukan atas undangan para penguasa Indonesia.
Seorang ahli sejarah lainnya bernama F. D. K. Bosch berpendapat bahwa hanya golongan cendekiawan (Clerks) saja yang dapat menyebarkan unsur-unsur budaya India kepada bangsa Indonesia. Proses kontak dan pengartih budaya antara budaya Indonesia dan India disebut dengan istilah penyuburan. Menurut F.D. K. Bosch, adadua macam proses penyuburan, yaitu proses penyuburan melalui pendeta agama Buddha dan penyebaran agama Hindu: Dalam proses penyebaran agarna Hindu, kaum brahmana yang datang ke Indonesia bertugas untuk memimpin upacara ke agamaan Hindu. Karena mereka memiliki pengetahuan yang luas mengenai kitab-kitab suci, para pendeta diangkat sebagai penasihat raja dalam bidang keagamaan, pemerintahan, peradilan, dan hukum.
  
4. Teori Arus Balik


            Pada dasarnya ketiga teori di atas memiliki kelemahan karena golongan kesatria dan waisya tidak mengusai bahasa Sansekerta. Sedangkan bahasa Sansekerta adalah bahasa sastra tertinggi yang dipakai dalam kitab suci Weda. Selain itu, golongan Brahmana walaupun menguasai bahasa Sansekerta, tetapi menurut kepercayaan Hindu kolot tidak boleh menyeberangi laut. Selanjutnya, muncul teori arus balik oleh G. Coedes. Menurut sarj ana Prancis bernama G. Coedes yang berperan dalam proses penyebaran kebudayaan India di Indonesia adalah bangsa Indonesia. Ada beberapa kepentingan bagi orang-orang Asia Timur, seperti Indonesia yang berkunjung ke India. Selain untuk memperdalam pengetahuan agama Hindu-Buddha para mahasiswa dan Sriwijaya yang belajar di perguruan tinggi agama Hindu di India juga belajar kebudayaan India. Ketika kembali ke Indonesia, mereka membawa pengaruh kebudayaan India.

Akulturasi Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha

Akulturasi Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha merupakan sebuah proses bagaimana diterimanya agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Nusantara. Perkembangan Hindu-Budha bisa dibilang sangat baik diterima oleh penduduk nusantara walaupun dibutuhkan waktu berabad-abad. Diantara kedua agama tersebut, Budha merupakan yang paling mudah diterima oleh penduduk sekitar karena ajarannya yang mudah dimengerti dan dipahami.
Akulturasi budaya paling mudah kita lihat dalam bentuk kesenian, seperti seni rupa, seni sastra, dan seni bangunan yang merupakan unsur kebudayaan material. Akulturasi budaya ini juga dapat kita saksikan dalam upacara-upacara ritual. Pelaksanaan proses akulturasi tersebut dilakukan oleh para cendekiawan, agamawan, arsitek, sastrawan istana maupun rakyat, dan para seniman. Berikut adalah berbagai macam pengaruh yang ditimbulkan oleh kebudayaan Hindu-Budha, antara lain.

1.    Pengaruh Kebudayaan Hindu-Budha pada Seni Bangunan

Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha dalam bidang arsitektur atau seni bangunan dapat kita lihat dengan jelas pada candi-candi. Ada perbedaan fungsi antara candi dalam agama Hindu dan candi dalam agama Buddha. Dalam agama Hindu, candi difungsikan sebagai makam. Adapun dalam agama Buddha, candi berfungsi sebagai tempat pemujaan atau peribadatan.
Bangunan candi di Indonesia yang bercorak Hindu, antara lain, candi Prambanan, candi Sambisari, candi Ratu Boko, candi Gedongsongo, candi Sukuh, candi Dieng, candi Jago, candi Singasari, candi Kidal, candi Panataran, candi Surawana, dan gapura Bajang Ratu. Bangunan candi yang bercorak Buddha, antara lain, candi Borobudur, candi Mendut, candi Pawon, candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, dan candi Muara Takus.

2.    Pengaruh Kebudayaan Hindu-Budha pada Seni Rupa

Seni rupa Nusantara yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Buddha dari India adalah seni pahat atau ukir dan seni patung. Seni pahat atau ukir umumnya berupa hiasan-hiasan dinding candi dengan tema suasana Gunung Mahameru, tempat kediaman para dewa.
Beberapa candi memiliki relief yang melukiskan suatu cerita. Cerita tersebut diambil dari kitab kesusastraan ataupun keagamaan. Gaya relief tiap-tiap daerah memiliki keunikan. Relief di Jawa Timur memakai relief 2 dimensi sedangkan Jawa Tengah menggunakan relief 3 dimensi. Adapun relief yang terkenal di Indonesia yaitu Relief Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

3.    Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha pada Sistem Pemerintahan

Sebelum pengaruh Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, struktur sosial asli masyarakat Indonesia berbentuk suku-suku dengan pimpinannya ditunjuk atas prinsip primus inter pares. Setelah pengaruh Hindu-Buddha masuk, sistem pemerintahan ini berubah menjadi kerajaan. Kepemimpinan lalu diturunkan kepada keturunan raja. Raja dan keluarganya kemudian membentuk kalangan yang disebut bangsawan. Dalam perkembangannya, ada dua corak kerajaan berdasarkan budaya Hindu-Buddha. Kerajaan-kerajaan bercorak Hindu, antara lain, Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Mataram Hindu (Mataram Kuno), Kahuripan (Airlangga), dan Majapahit. Kerajaan Majapahit dikenal sebagai kerajaan Hindu terbesar. Adapun kerajaan-kerajaan bercorak Buddha, antara lain, Kerajaan Holing (Kalingga), Melayu, Sriwijaya, dan Mataram Buddha. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan Buddha terbesar di Indonesia.

4.    Pengaruh Kebudayaan Hindu-Budha pada Sistem Kepercayaan
Pada saat budaya Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, masyarakat masih menganut kepercayaan asli, yaitu animisme dan dinamisme. Akibat adanya proses akulturasi, agama Hindu dan Buddha lalu diterima penduduk asli. Dibandingkan agama Hindu, agama Buddha lebih mudah diterima oleh masyarakat kebanyakan sehingga dapat berkembang pesat dan menyebar ke berbagai wilayah. Sebabnya adalah agama Buddha tidak mengenal kasta, tidak membeda-bedakan manusia, dan menganggap semua manusia itu sama derajatnya di hadapan Tuhan (tidak diskriminatif). Menurut agama Buddha, setiap manusia dapat mencapai nirwana asalkan baik budi pekertinya dan berjasa terhadap masyarakat.

5.    Sistem Perdagangan dan Transportasi


Dalam berbagai prasasti yang ditemukan, disebutkan bahwa pada abad ke-5 Masehi, bangsa Indonesia telah mampu turut serta dalam perdagangan maritim internasional Asia. Perkembangan ini dipicu pula oleh perkembangan teknologi transportasi pelayaran. I-Tsing, musafir dan pendeta Buddha dari Cina yang mampir ke Indonesia pada abad ke-7 dalam perjalanannya ke India dengan menumpang kapal milik Sriwijaya, mengatakan bahwa pada awalnya bangsa Indonesia memang telah akrab dengan dunia pelayaran, meski baru terbatas pada pulau-pulau yang berdekatan. Alat transportasi yang digunakan adalah kapal cadik berukuran kecil. Bersamaan dengan munculnya kerajaan-kerajaan besar, seperti Sriwijaya, Singasari, dan Majapahit, mulailah dikenal teknologi pembuatan kapalkapal yang lebih besar dan pelayaran yang dilakukan dapat menjangkau jarak yang lebih jauh. Bangsa Indonesia jadi dapat berperan lebih aktif dalam perdagangan internasional dengan berlayar sendiri ke negara-negara yang biasanya berdagang dengan Indonesia. Hal ini tergambar dalam relief candi Borobudur. Tiga jenis kapal yang digambarkan dalam relief tersebut adalah perahu lesung, kapal besar tidak bercadik, dan kapal bercadik.

     7. Sistem penguasaan tanah
     Tanah dalam lingkungan sebuah kerajaan secara umum menjadi milik kerajaan. Namun, pengolahan atau pemanfaatan diserahkan kepada rakyat yang hidup dalam lingkup kerajaan tersebut. Hak pemanfaatan lahan ini disebut hak anggaduh, artinya rakyat hanya dipinjami tanah oleh raja. Tanah garapan itu dapat dipindahtangankan kepada rakyat lainnya dalam lingkup kerajaan yang sama dan hak anggaduh tersebut dapat digunakan secara turun temurun. Akan tetapi, jika sewaktu-waktu raja memintanya kembali, misalnya, untuk keperluan pendirian candi atau bangunan milik kerajaan atau suatu kepentingan umum lainnya, rakyat tidak dapat menolak.

     8. Sistem pajak
     Pengembangan dan jaminan kelangsungan suatu kerajaan tentu memerlukan biaya. Biaya ini diambil dari hasil perdagangan, pertanian, dan pungutan pajak kepada rakyat. Pajak dipungut oleh pejabat di tingkat daerah dari desa-desa yang ada di wilayahnya. Setiap habis panen, pajak tersebut wajib diserahkan pada kerajaan. Di tingkat pusat, ada petugas khusus yang bertugas mencatat luas tanah di wilayah kerajaan untuk dijadikan dasar perhitungan penetapan pajak yang wajib dipungut. Rakyat diwajibkan untuk membayar pajak tepat waktu.

     9. Tenaga kerja
     Tenaga kerja berasal dari rakyat. Dalam hal ini, rakyat merupakan abdinya yang harus menaati semua perintahnya. Hal ini dikarenakan pada masa itu, kekuasaan raja merupakan kekuasaan tertinggi dan mutlak sebab raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di bumi dan memerintah atas nama dewa. Oleh karena itu, rakyat dituntut untuk bersikap setia kepada raja.

10. Sistem Kalender

      Diadopsi dari sistem kalender/penanggalan India. Hal ini terlihat dengan adanya Penggunaan tahun Saka di Indonesia. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka yang dimulai tahun 78 M (merupakan tahun Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja Kanishka I dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun ada 365 hari.


Awal Masuknya Agama dan Kebudayaan Islam ke Indonesia



            Banyak sejarah masuknya Islam yang berbeda-beda dan saling bersangkutan. Kali ini kita akan membahas bagaimana masuknya islam ke Indonesia. Pembawa ajaran islam datang dengan damai dan ramah sehingga diterima oleh penduduk sekitarnya. Dengan cara itu ajaran islam sangat mudah sekali mempenaruhi penduduk sekitarnya. Apalagi cara masuk agama islam sangatlah mudah, hanya dengan menggunakan dua kalimat syahadat, orang yang mengucapkannya sudah menjadi orang islam. Seperti itulah singkat cerita awal dari masuknya islam ke Indonesia, mari kita telusuri lebih jauh dan detail tentang proses masuknya islam serta penyebaran dan perkembangannya sebagai berikut.
            Ada teori-teori dari sebagian orang yang mengungkapkan proses masuk islam, dan diantaranya yaitu :

A. M.C. Rickelf

Kemungkinan berlangsungnya memulai dua proses. Pertama, penduduk pribumi (Indonesia) berhubungan dengan agama Islam dan kemudian menganutnya. Dan yang kedu, orang-orang asing (Arab, India, Persia, dan lain-lain) yang telah memeluk agama Islam bertempat tinggal secara tetap pada suatu wilayah di Indonesia, melakukan pernikahan campuran, dan mengikuti gaya hidup local sehingga mereka berbaur menjadi orang Jawa, Melayu, Sunda, atau anggota suku lainnya. Kedua proses ini mungkin telah sering terjadi bersamaan.

B. Supartono Widyosiswoyo

Menurut penetrasi Islam dibagi menjadi tiga jalur, yakni jalur Utara, Jalur Tengah, Jalur Selatan. Jalur Utara adalah masuknya Islam dari Persia dan Mesopotamia. Dari sanalah Islam bergerak ke timur melalui jalur darat Afganistan, Pakistan, Gujarat, lalu kemudian menempuh jalur laut menuju Indonesia. Melalu jalur Utara ini Islam tampil dalam bentuk barunya, yakni aliran tasawuf. Aliran inilah yang paling cepat mendorong konversi penduduk Indonesia ke dalam Islam Nusantara. Aceh adalah salah satu basis persebaran Islam Jalur Utara ini. Jalur Tengah adalah masuknya Islam dari bagian barat lembah Sungai Yordan dan bagian timur semenanjung Arabia (Hadramaut). Dari situ lah Islam menyebar dalam bentuk yang relative asli, diantara lain adalah Wahhabi. Jalur Selatan pangkalnya di wilayah Mesir. Pada saat itu, Kairo adalah merupakan pusat penyiaran agama Islam modern dan Indonesia memperoleh pengaruhnya dalam bentuk organisasi keagamaan, Muhammadiyah. Kegiatan melalui jalur ini terutama pendidikan, dakwah, dan penentangan bid’ah.

C. Ahmad Mansyur Suryanegara

Ahmad Mansyur Suryanegara dalam bukunya “Menemukan Sejarah”, menyatakan bahwa adanya tiga teori dalam memandang masuknya Islam ke Indonesia, yakni adalah sebagai berikut.
  • Teori Gujarat
Teori Gujarat menyatakan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 dan pembawanya berasal dari Gujarat, India. Dasar dari teori ini adalah kurangnya fajta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Agama Islam di Indonesia, hubungan dagang indonesia dengan Indonesia memang telah lama melalui jalur Indonesia-Gujarat-Timur Tengah-Eropa, adanya Batu Nisan Sultan Samudra Pasai, yakni Malik al Saleh (1297) khas Gujarat, keterangan Marcopolo tahun 1292 yang mencetikan bahwa di Perlak sudah banyak peduduk yang memeluk agama Islam dan banyak pedagan Islam dari India. Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgrontje, W.F. Stutterheim, dan Bernard H.M. Vlekke.
  • Teori Mekkah
Teori Mekkah adalah merupakan teori yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori Gujarat. Pendukung teori Mekkah ini adalah HAMKA, Van Leur, dan T.W. Arnold. Teori mekkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 dan penyebarannya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah pada abad ke-7, yakni tahun 647 di Pantai Barat Sumatra sudah terdapat perkembangan Islam (Arab). Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab syafi’I padahal pengaruh mazhab syafi’I terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Raja Samudra Pasai menggunakan gelar ‘’all Malik’’ yang mempunyai kesamaan dengan gelar yang dipakai di Mesir.
  • Teori Persia
Teori Persia berpendapat bahwa Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Pendukung teori Persia ini adalah Umar Amir Husen dan P.A Hussein Jayadiningrat. Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia, seperti mengenai peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Imam Husein cucu nabi Muhammad saw. di daerah Sumatra barat peringatan tersebut di sebut dengan upacara tabulik atau tabut, kesamaan ajaran sufi yang dianut oleh Syekh Siti Jennar dengan ajaran sufi dari Iran, yakni al Hallaj, penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf arab untuk tanda-tanda bunyi harakat, ditemukannya Makam Maulana Malik Ibrahim yang berangka tahun 1419 di Gersik, adanya perkembangan Leren/Leren di Giri, Gersik ayng menyamai kesamaan dengan nama Perkembangan di Persia.

           Proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia berlangsung secara bertahap. Cara penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia melalui berbagai saluran berikut ini.

1. Saluran Perdagangan
Saluran yang digunakan dalam proses islamisasi di Indonesia pada awalnya melalui perdagangan. Hal itu sesuai dengan perkembangan lalu lintas pelayaran dan perdagangan dunia yang ramai mulai abad ke-7 sampai dengan abad ke- 16, antara Eropa, Timur Tengah, India, Asia Tenggara, dan Cina.
Proses islamisasi melalui saluran perdagangan ini dipercepat oleh situasi politik beberapa kerajaan Hindu pada saat itu, yaitu adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah pusat di Majapahit. Pedagang-pedagang muslim itu banyak menetap di kota-kota pelabuhan dan membentuk perkampungan muslim. Salah satu contohnya adalah Pekojan.

2. Saluran Perkawinan
Kedudukan ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah menetap makin baik. Para pedagang itu menjadi kaya dan terhormat, tetapi keluarganya tidak dibawa serta. Para pedagang itu kemudian menikahi gadis-gadis setempat dengan syarat mereka harus masuk Islam. Cara itu pun tidak mengalami kesulitan. Saluran islamisasi lewat perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila para saudagar atau ulama Islam berhasil menikah dengan anak raja atau adipati. Kalau raja atau adipati sudah masuk Islam, rakyatnya pun akan mudah diajak masuk Islam.
Misalnya, perkawinan Maulana Iskhak dengan putri Raja Blambangan yang melahirkan Sunan Giri; perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ngampel) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung Wilatikta; perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon; perkawinan putri Adipati Tuban (R.A. Teja) dengan Syekh Ngabdurahman (muslim Arab) yang melahirkan Syekh Jali (Jaleluddin).

3. Saluran Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan mistik dan hal-hal magis. Oleh karena itu, para ahli tasawuf biasanya mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan menyembuhkan. Kedatangan ahli tasawuf ke Indonesia diperkirakan sejak abad ke-13, yaitu masa perkembangan dan penyebaran ahli-ahli tasawuf dari Persia dan India yang sudah beragama Islam.
Bersamaan dengan perkembangan tasawuf, para ulama dalam mengajarkan agama Islam di Indonesia menyesuaikan dengan pola pikir masyarakat yang masih berorientasi pada agama Hindu dan Buddha sehingga mudah dimengerti. Itulah sebabnya, orang Jawa begitu mudah menerima agama Islam. Tokoh-tokoh tasawuf yang terkenal, antara lain Hamzah Fansyuri, Syamsuddin as Sumatrani, Nur al Din al Raniri, Abdul al Rauf, Sunan Bonang, Syekh Siti Jenar, dan Sunan Panggung.

4. Saluran Pendidikan
Lembaga pendidikan Islam yang paling tua adalah pesantren. Murid-muridnya (santri) tinggal di dalam pondok atau asrama dalam jangka waktu tertentu menurut tingkatan kelasnya. Pengajarnya adalah para guru agama (kiai atau ulama). Para santri itu jika sudah tamat belajar, pulang ke daerah asal dan mempunyai kewajiban mengajarkan kembali ilmunya kepada masyarakat di sekitar. Dengan cara itu, Islam terus berkembang memasuki daerah-daerah terpencil.
Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren Sunan Ampel di Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku (daerah Hitu). Raja-raja dan keluarganya serta kaum bangsawan biasanya mendatangkan kiai atau ulama untuk menjadi guru dan penasihat agama. Misalnya, Kiai Ageng Selo adalah guru Jaka Tingkir; Kiai Dukuh adalah guru Maulana Yusuf di Banten; Maulana Yusuf adalah penasihat agama Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Saluran Seni Budaya


Berkembangnya agama Islam dapat melalui seni budaya, misalnya seni bangunan (masjid), seni pahat (ukir), seni tari, seni musik, dan seni sastra. Seni bangunan masjid, mimbar, dan ukir-ukirannya masih menunjukkan seni tradisional bermotifkan budaya Indonesia–Hindu, seperti yang terdapat pada candi-candi Hindu atau Buddha. Hal itu dapat dijumpai di Masjid Agung Demak, Masjid Sendang Duwur Tuban, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten, Masjid Baiturrahman Aceh, dan Masjid Ternate. Pintu gerbang pada kerajaan Islam atau makam orang-orang yang dianggap keramat menunjukkan bentuk candi bentar dan kori agung. Begitu pula, nisan-nisan  makam kuno di Demak, Kudus, Cirebon, Tuban, dan Madura menunjukkan budaya sebelum Islam. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Islam tidak meninggalkan seni budaya masyarakat yang telah ada, tetapi justru ikut memeliharanya. Seni budaya yang tetap dipelihara dalam rangka proses islamisasi itu banyak sekali, antara lain perayaan Garebek Maulud (Sekaten) di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.
Islamisasi juga dilakukan melalui pertunjukkan wayang yang telah dipoles dengan unsur-unsur Islam. Menurut cerita, Sunan Kalijaga juga pandai memainkan wayang. Islamisasi melalui sastra ditempuh dengan cara menyadur buku-buku tasawuf, hikayat, dan babad ke dalam bahasa pergaulan (Melayu).

6. Saluran Dakwah
Gerakan penyebaran Islam di Jawa tidak dapat dipisahkan dengan peranan Wali Songo. Istilah wali adalah sebutan bagi orang-orang yang sudah mencapai tingkat pengetahuan dan penghayatan agama Islam yang sangat dalam dan sanggup berjuang untuk kepentingan agama tersebut. Oleh karena itu, para wali menjadi sangat dekat dengan Allah sehingga mendapat gelar Waliullah (orang yang sangat dikasihi Allah). Sesuai dengan zamannya, wali-wali itu juga memiliki kekuatan magis karena sebagian wali juga merupakan ahli tasawuf.
Para Wali Sanga yang berjuang dalam penyebaran agama Islam di berbagai daerah di Pulau Jawa adalah sebagai berikut :

·         Maulana Malik Ibrahim
·         Sunan Ampel
·         Sunan Drajad
·         Sunan Bonang
·         Sunan Giri
·         Sunan Kalijaga
·         Sunan Kudus
·         Sunan Muria
·         Sunan Gunung Jati









Pengaruh Budaya Modern di Indonesia

            Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dan mempunyai peranan penting dalam jalur perdagangan, budaya, politik, dan sebagainya. Semakin majunya perkembangan di dunia Indonesiapun ikut berkembang di berbagai bidang yang bisa disebut modernisasi. Modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Banyak sekali pengaruh luar seperti budaya barat yang masuk dan berkembang di Indonesia seperti cara berpakaian, cara hidup, dan sistem politik serta pemerintahan.
            Adapun dampak yang ditimbulkan oleh pengaruh budaya modern ini dalam aspek positif ataupun negative, diantara lainnya sebagai berikut.

Dampak positif masuknya budaya asing bagi bangsa Indonesia

§  Perubahan tata nilai dan sikap
§  Pola pikir masyarakat yang berubah, dan menuju masyarakat yang modern
§  Berkembangnya ilmu pengetahuan dan juga teknologi, sehingga masyarakat bisa mengetahui informasi yang ada di Indonesia dan di dunia
§  Tingkat kehidupan yang lebih baik
§  Sikap yang lebih baik seperti, disiplin, sigap dan lain sebagainya
§  Bermunculan produk-produk luar negeri yang diproduksi di Indonesia, membuat terciptanya lapangan pekerjaan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia
§  Dapat memperkaya keberagaman budaya Indonesia bila dimanfaatkan dengan baik

Dampak negatif masuknya budaya asing bagi bangsa Indonesia

§  Pola hidup konsumtif
§  Sikap individualistis
§  Gaya hidup kebarat-baratan
§  Kesenjangan sosial
§  Menggunakan busana yang idak sesuai dengan norma yang berlaku di Indonesia
§  Materialistis
§  Budaya hidup bermewah-mewahan
§  Tersingkirnya produk dalam negeri, karena masyarakat cenderung memilih ke barang impor yang anggapannya memiliki merk dan kualitas tinggi.
§  Dengan masuknya budaya asing tersebut, maka akan menyebabkan lemahnya nilai-nilai budaya bangsa, dan masyarakat lama-kelamaan akan meninggalkan budaya Indonesia yang dianggapnya sudah kuno.
§  Terjadinya perubahan budaya, misalnya pada masa lalu masyarakat akan mengunjungi rumahnya apabila ada hal yang ingin disampaikan, akan tetapi karena sudah ada handphone dan tekhnologi canggih maka dapat melalui pesan singkat atau telephone. Ini akan membuat hubungan antara keduanya tidak sedekat apabila langsung bertemu (bersilaturahmi). 
§  Minat terhadap budaya Indonesia semakin berkurang karena beralih ke budaya barat, sebagai contoh anak muda akan lebih minat dengan tarian modern (dance) daripada tari-tarian tradisional (misal : tari jaipong).
§  Anak-anak Indonesia lebih sudak bermain game online daripada mainan-mainan tradisional seperti main kelereng, gangsingan, dan lain sebagainya.

Sekian yang dapat saya jelaskan tentang Peranan Hindu-Budha, Islam, dan Modern di Indonesia. Mohon maaf bila ada kekurangan serta salah kata yang menyinggung perasaan anda, karena saya hanyalah manusia yang tak luput dari dosa dan kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa. Terimakasih atas kunjungan dan perhatiannya, terimakasih.

Daftar Pustaka
http://www.markijar.com/2015/05/pengaruh-perkembangan-hindu-buddha-pada.html
http://www.solusismart.com/pengaruh-hindu-budha-di-indonesia/
http://www.ilmubagi.id/2015/04/pengaruh-kebudayaan-hindu-budha-di_0.html
http://www.gerbangilmu.com/2014/06/dampak-pengaruh-agama-hindu-budha-di.html
http://www.seputarpendidikan.com/2015/11/sejarah-teori-dan-proses-masuknya-islam-         ke-indonesia.html
http://www.softilmu.com/2014/08/perkembangan-islam-di-indonesia.html
https://jagoips.com/2013/04/24/teori-teori-masuknya-islam-ke-indonesia/
http://www.pengertianahli.com/2013/08/pengertian-modernisasi.html